REVIEW
2 ARTIKEL JURNAL TEORI KEBUDAYAAN
Disusun
oleh :
Chika
Ardeviya Rista / 1711025038
Mata Kuliah :
Teori Kebudayaan
Dosen Pengampu :
Tristanti Apriyani, S.S.,M.Hum
PROGRAM
STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
SASTRA, BUDAYA, DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA
2019
1.
Review Artikel
jurnal
|
1.
|
Judul
|
Kearifan Lokal Adat Masyarakat Sunda dalam Hubungan dengan
Lingkungan Alam
|
|
2.
|
Penulis
|
Ira Indrawardana
|
|
3.
|
Nama jurnal
|
KOMUNITAS(http://journal.ac.id/nju/index.php/komunitas).
|
|
4.
|
Nomor, Tahun terbit, halaman
|
Komunitas 4 (1) (2012) : 1-8
|
|
5.
|
Permasalahan
|
Pada era sekarang ini banyak generasi muda yang tidak mengetahui
kearifan lokal yang ada di Indonesia. Dan hanya generasi tua saja yang
memahaminya. Padahal sebagai generasi
muda hendaknya kita mengambil peran penting dalam melestarikan
kebudayaan terlebih kearifan lokal yang ada. Sehingga masih terjaga dan tidak
tergerus oleh zaman. Terlebih tentang kebudayan suku – suku yang menjadi
keragaman dalam bangsa Indonesia sudah sepatutnya untuk diketahui dan
diteliti sehingga selalu mendapatkan informasi dan hasil yang referen dengan
zaman. Karena kearifan lokal yang
dimiliki oleh suatu bangsa dapat digunakan sebagai daya tarik wisatawan baik
itu internasional maupun lokal guna meningkatkan sumber penghasilan negara
maupun daerah setempat. Nilai – nilai yang terkandung dalam kearifan lokal
mempunya nilai yang baik dan dapat digunakan sebagai pegangan hidup terutama
dalam hal moral dan kehidupan. Terlebih jurnal ini membahas kearifan lokal
yang terdapat pada orang kanekes yang sangat kental akan keterikatan dengan
alam dan bagaimana hidup berdampingan dan melestarikan alam. Banyak manfaat
yang didapatkan dengan melindungi alam dan memberikan kehidupan bagi manusia.
|
|
6.
|
Metode yang digunakan
|
Metode penelitian kualitatif deskriptif pada
masyarakat Kanekes ( orang Baduy).
|
|
7.
|
Teori yang digunakan
|
Teori Evolusioner Multilinear
|
|
8.
|
Hasil / kesimpulan
|
Penulis memaparkan hasil tentang bagaimana alam ini bermanfaat
bagi manusia. Terlebih alam dapat membentuk perilaku manusia itu sendiri (
mentalitas). Alam telah memberikan manfaat yang begitu banyak bagi manusia.
Bagi masyarakat sunda terutama masyarakat Kanekes ( suku Baduy), alam telah
menjadi teman hidup. Dari alam mereka bisa belajar dan hidup dega damai di hutan. Alam memberikan kenyamanan
bagi suku baduy. Alam bagi masyarakat sunda tidak hanya dipandang sebagai
sumber ekonomi saja melainkan dijadikan sebagai lambang kehidupan manusia,
etik dan estetik. Alam dijadikan tempat pengandaian, perumpamaan bagi tabiat
dan perilaku manusia. Melalui ungkapan dalam bentuk bahasa perbandingan, kias
ataupun metafora. Melalui bentuk bahasa demikian kita dapat mengetahui
kekayaan flora dan fauna di lingkungan alam masyarkat sunda. Dalam masyarakat
sunda banya nama – nama tokoh yang mengandung unsur alam seperti : Prabu
Lingga Buana, Gajah Lumantung, dan lain – lain. Selain itu nama ajian juga
banyak digunakan sebagi perumpamaan seseorang yang memiliki kekuatan yang
lebih. Misalnya Bayu Braja, Guntur Bumi, Kidang kancana, Pa Macan, dan
sebagainya. Beberapa ungkapan yang digunakanpun mengandung nasihat yang baik
yang berasal dari unsur – unsur alam. Masyarakat sunda terlebih suku baduy
sangat terikat dengan alam sehingga tradisi mereka hingga kepercayaan masih
memahami animisme dan dinamisme. Masyarakat Kanekes mempercayai bahwa mereka
merupakan keturunan dari Batara Cikal dari tujuh Batara yang diciptakan oleh Nu
Ngersakeun atau Tuhan dalam pemahaman mereka. Menurut orang sunda, “bumi
tempattinggal sekaligus kitab hayat”. Dari ungkapan, folklore, perumpamaan,
pengandaian masyarakat sunda yang berasal dari alam secara tidak langsung merupakan kearifan lokal yang
dimiliki orang sunda. Tentunya pada akhirnya bahwa budaya Sunda yang tumbuh
dan berkembang dalam lingkungan masyarakat Sunda (termasuk didalamnya tatanan
adat Sunda yang berkembang di kalangan masyarakat adat Sunda atau komunitas
masyarakat Sunda yang masih terikat dengan tatali paranti karuhun) memiliki
peranan dalam menjaga kelestarian dan keseimbangan alam dalam hubungannya
dengan kehidupan masyarakat Sunda. Masyarakat Sunda dalam kebudayaannya tidak
hanya mengenal nama atau perisitilahan alam tetapi juga memiliki kemampuan
‘menghayati karakter setiap unsur alam’ sebagai pelajaran yang kemudian
dijadikan sebagai pengandaian dalam memandang diri dan manusia lain.
|
|
9.
|
Kelemahan
|
Penulis dalam menjelaskan budaya orang sunda belum terlalu jauh
dalam membahas kebudayaan secara keseluruhannya. Padahal kebudayaan orang
Sunda banyak tidak hanya terbatas pada orang Kanekes saja. Menurut saya jika
penulis ingin fokus membahas orang Kanekes saja lebih abik judul jurnal
dispesifikan saja menjadi Kearifan Lokal Adat Masyarakat Kanekes Dalam
Hubungan Dengan Lingkungan Alam. Pada
dasarnya orang sunda bukan hanya berasal dari suku baduy saja namun ada juga
suku jawa maupun betawi yang menempati tanah pasundan yang lebih tepatnya di
daerah Jawa barat. Dalam hal kepenulisan terdapat beberapa kata yang kurang
efektif seperti penggunaan kata masyarakat manusia. Menurut saya, dua kata
tersebut memiliki makna yang sama terlebih dalam konteks jurna tersebut.
Karena jika membahas masyarakat sudah tentu manusia. Dalam jurnal ini memiliki
banyak kalimat panjang. Dimana tidak ada tanda baca jeda seperti koma.
Sehingga pembaca akan cepat merasa lelah dalam membaca karena jarak dari
kalimat satu ke kalimat lainnya cukup jauh.
|
|
10.
|
Kelebihan
|
Penulis sudah bagus dalam memaparkan materi sesuai abstrak yang
telah ada dibagian atas. Teori dan metode penelitian sudah cukup memberikan
hasil yang sesuai dengan apa yang dipaparkan penulis.
|
2.
Review jurnal
|
1.
|
Judul
|
Budaya Jawa dalam Novel Tirai Menurun Karya NH. Dini.
|
|
2.
|
Penulis
|
Ika Dwi Astutik
|
|
3.
|
Nama jurnal
|
Jurnal Sapala
|
|
4.
|
Nomor, Tahun terbit, halaman
|
Nomor 01 tahun 2012, 0 – 216
|
|
5.
|
Permasalahan
|
Jurnal ini mengangkat permasalahan tentang bagaimana sikap hidup
orang jawa, dan bagaimana makna
simbolik budaya Jawa pada novel Tirai Menurun karya NH. Dini.
|
|
6.
|
Metode yang digunakan
|
Metode deskriptif kualitatif, teknik baca catat, dan riset
|
|
7.
|
Teori yang digunakan
|
Teori simbolisme, teori Jong, makna simbolik yang
dikemukakan oleh Geerts melalui interpretatif simbolik.
|
|
8.
|
Hasil / kesimpulan
|
Sikap orang Jawa merupakan perwujudan tingkah
laku
yang yang berasal dari pemahaman terhadap gejala – gejala kehidupan dan
pengalaman – pengalaman. Sikap orang Jawa yang terdapat di dalam novel Tirai
Menurun yaitu : sikap eling, rila,nrima, dan sabar. Sikap
inilah yang diangkat oleh penulis melalui tokoh dalam novel tersebut kepada
pembaca. penjabaran dari keempat sikap tersebut sebagai berikut :
a) Eling yaitu sikap mengingat pada Tuhan dalam hal apapun dan
bagaimanapun. Sehingga manusia tersebut senantiasa berbuat kebaikan dan
menjaga dari sikap tutur kata yang buruk (Endraswara, 2006: 37). Dan
mengetahui bahwa Tuhan tahu segala yang dilakukan oleh manusia. Pada novel Turun
Menurun sikap eling ini: “Dia juga semakin percaya betapa
untung mereka hidup di kota serba kecukupan. Makanan selalu ada, penutup
tubuh tidak kekurangan. Atap yang menaungi mereka pun lebih dari lumayan,
meskipun diwaktu hujan-hujan deras, bocor disana-sini. Tetapi dalam hal ini
mereka tidak sendirian. Semua tetangga di kampung senasib. Rumah Bu Usup
bertegel dan berdinding batu bata pun selalu kebocoran di saat-saat hujan
angin yang keras melanda kota. Tidak, Simbok tidak pernah mengeluh. Tuhan
sangat melindungi keluarga Simbok meskipun dia telah berlalu cepat mengambil
suaminya. Barang kali suami itu pernah mempunyai kesalahan besar di masa
hidupnya sehingga hantu penjaga bukit perkebunan mengambilnya menjadi
pembantu mereka. kalau memang demikian, itu juga sudah kehendak Tuhan. Rizeki
dan kehidupan baik di kota itu pun diberikan Tuhan kepada Simbok, sebab itu
dia takut untuk menjadi rakus.” (Dini, 2010:158). Sang tokoh simbok
memiliki sifat yang selalu bersyukur dan mengingat akan Tuhannya dalam
keadaan apapun juga. Dari cuplikan cerita dari novel tersebut menjelasakan
bahwa orang jawa selalu ingat kepada Tuhan. Selain itu orang Jawa tidak
pernah lupa untuk bersyukur dalam suka maupun duka.
b) Rila merupakan sikap rila merupakan sikap ikhlas, suatu keikhlasan
yang ada dalam batin seseorang, kesediaan menyerahkan segala milik, kemampuan
dan hasil karya terhadap Tuhan.sehingga melatih seseorang untuk bersikap
tenang dalam menghadapi segala sesuatu baik itu baik mapun buruk tanpa merasa
terkejut dan tanpa penyesalan. Berikut kutipan sikap rila dalam novel Tirai
Menurun karya NH. Dini :
“Tanpa
suami, Simbok akan bisa hidup dan menghidupi keluarga berkat peninggalan
tersebut. Pada musim-musim panen padi, kopi, dan coklat, dia bisa menggabung
dengan desa sekeliling mencari tambahan upah. Petani pemilik tanah dan
perkebuanan selalu memerlukan tenaga yang disewa dengan bayaran harian.
Simbok pastilah dapat meneruskan hidup dengan caira demekian. Orang-orang
seperti mereka tidak rakus. Hanya mempunyai kebutuhan yang terdiri dari
bahan-bahan pokok disamping dua pasang baju. Di waktu-waktu paceklik yang
paling dasyat pun, seisi rumah masih bisa mengunyah kimpul yang selalu tumbuh
di pojok-pojok pekarangan atau di pagar ladang. Kelapa juga tidak pernah
berhenti memberi hasil.” (Dini, 2010: 62). Melakukan
sikap rila sebenarnya susah untuk dilakukan. Tokoh Simbok pada novel
ini mencerminkan sikap rila dimana Simbok Sumirat yang selalu tabah
dalam segala cobaan dari Tuhan. Kerelaan Simbok dalam menghidupi keluarganya
menjadi buruh atau tenaga sewaan dengan bayaran harian. Asalkan semua
keluarga dapat makan dan Simbok masih dapat memenuhi kebutuhan pokoknya
sehari-hari saja, Simbok rela melakukan pekerjaan itu, apalagi demi
anak-anaknya masih kecil-kecil.
c) Nrima yaitu sikap dasar dan sikap batin orang Jawa yang selalu melekat
pada diri orang Jawa. Sikap nrima cenderung mengarah pada sikap pasrah
seseorang. Berikut kutipan sikap nrima dalam novel Tirai Menurun :
“Ya,
bagaimana lagi, karena memang kami ini orang mbarang (ngamen),” sambung Pak
Cokro melengkapi basa-basi. “Kata orang, masing-masing kami menyandang tugas
di dunia ini. Lha, tugas kami adalah menyenangkan hati orang dengan mengamen,
meyuguhkan tontonan.” (Dini, 2010: 138).
Dari kutipan
diatas menggambarkan bahwa tokoh mbarang merelakan dirinya dihina dan
dipuji oleh orang – orang yang menyaksikannya. Yang terpenting mbarang menyelesaikan
pertunjukkannya sehingga penonoton mersa terhibur. Hal ini mencerminkan bahwa
orang jawa selalu menerima nasib atau takdir yang diberikan oleh Tuhan kepada
masing-masing manusia, tanpa mengurangi rasa semangat dan tetap berusaha agar
menjadi lebih baik.
d)
Sabar
merupakan tingkah laku yang baik, yang harus dimiliki oleh setiap
orang. Semua agama menceritakan bahwa Tuhan mengasihi kepada orang yang
bersifat sabar. Sikap sabar menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan
dengan agama dan bersikap tenang manakala terkena musibah, serta berlapang
dada dalam kefakiran di tengah-tengah medan kehidupan. Berikut kutipan dalam
novel Tirai Menurun : “Hidup keluarga Simbok tidak merana di kota yang
dahulu sangat menakutkannya itu. Pada suatu ketika dia malahan pernah
menganggap tempat itu akan melalap Bapak Sumirat. Yang terjadi justru lembah
gunung dan kabel perkebunanlah yang mencelakan suaminya.” “Kini Simbok merasa
cukup tenang, tidak ada yang patut dikeluhkan. Dia juga tetap teringat akan
kebaikan kerabat uwaknya yang pernah sudi menampung dia bersama anak-anak.
Sekali-sekali, Simbok masih mengunjungi mereka sambil membawa sesuatu yang
dapat membikin tanda, bahwa hubungan keakraban masih tetap terjalin dari
pihak ibunya Sumirat.” (Dini, 2010: 153). Tokoh simbok mencerminkan
sebagai seorang istri yang sabar dalam menjalankan dan mempertahankan
keutuhan rumah tangganya. Terlebih Simbok yang telah ditinggal mati suaminya.
Dalam
pembahasan dalam jurnal ini juga menjelaskan tentang makna simbol budaya jawa
seperti makna simbolik pernikahan, makna simbolik upacara mitoni, dan ungkapan
tradisional jawa.
Upacara
mitoni merupakan rangkaian upacara siklus hidup yang samapai saat ini
dilakukan oleh masyarakat Jawa. Upacara Mitoni dilaksanakan apabila usia
kehamilan seseorang berusia tujuh bulan dan pada kehamilan yang pertama kali
dengan tujuan agar embrio dalam kandungan ibu yang mengandung senantiasa
memperoleh keselamatan. Hal ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah
dewasa, akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim sang ibu.
Upacara
pernikahan dalam jawa yaitu nontoni yang bermakna memperlihatkan calon
menantu kepada kedua pihak keluarga mempelai.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa sikap orang Jawa yang disimbolkan pada novel Tirai
Menurun ini mengatakan bahwa sikap eling, rila, nrima, dan sabar membawa
orang Jawa untuk selalu berpikir positif.
|
|
9.
|
Kelemahan
|
Setiap tulisan pasti ada segi kekurangannya. Terlebih dalam
sebuah penelitian. Dalam jurnal ini terdapat beberapa tulisan yang typo yaitu
kata caira yang seharusnya ditulis cair. Ada beberapa tulisan yang tidak
sesuai dengan EYD seperti kata : Dimana, diluar, disana yang seharusnya
ditulis dengan di mana, di sana, dan di luar.
|
|
10.
|
Kelebihan
|
Penulis sudah baik dalam memaparkan hasil penelitian sesuai
dengan teori dan metode penelitian. Penulis dalam melakukan penelitian ini
menggunakan banyak sumber dan referensi yang reverence. Bahasa yang
digunakanpun cukup ringan dan mudah dipahami terlebih untuk pembaca pemula
seperti mahasiswa yang sedang mencari referensi untuk tugas kuliah. Data –
data yang ada sesuai dengan apa yang ditemui dalam lapangan. Penulis memaparka
setiap hasil analisanya dengan sistematis sesuai dengan rumusan masalah yang
diangkat.
|