Senin, 27 November 2017

negeri agraris



Menyandang Gelar Negara Agraris dengan Sawah Kritis
Ungkapan ini menjadi momok tersendiri bagi masyarakat kita saat ini. Dimana negara Indonesia adalah negara yang memiliki keistimewaan yang luar biasa. Negara ini merupakan salah satu negara terluas yang memiliki dua kompenan yang besar. Dimana kita memiliki luas daratan yang terbentang dari tanah minang hingga tanah papua. Lautan yang mengelilingi daratan dimana kekayaan alam bawah laut yang sangat eksotis. Menjadikan negara Indonesai sebagai negara yang istimewa. Mengapa bisa dikatakan negara yang istimewa?
Nah,kalau kita bandingankan dengan beberapa negara lain yang kebanyaan hanya  memiliki satu kompenan saja. Kalau tidak daratan yang luas ya, tidak memiliki lautan ataupun sebaliknya hanya memilki lautan yang luas namun daratannya sempit sehingga butuh reklamase laut untuk dijadikan hunian baru bagi wargannya. Dibandingkan dengan negara tercinta kita Indonesia? Tidak perlu bersusah payah untuk mengreklamase lautan menjadikan daratan. Karena negara ini sudah dikaruniai lahan yang luas. Negara kita Memilki kedua komponen tersebut bukan?.
Negara yang terbentang dari Sabang hingga Merauke yang berjajar pulau-pulau, sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia. Kalian masih teringat akan lagu tersebut bukan? yang sering dinyanyikan sewaktu sekolah dasar dulu .negara tercinta ini terdiri dari negara kepulauan dengan jumlah pulau kurang lebih 17.504 ini memiliki daya wisata yang ekonomis jika dikelola dengan benar. Namun, sekarang ini terjadi perbedaan akan jumlah seluruh pulau yang dimiliki Indonesia. Dimana Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI pada tahun 1972 mempublikasikan bahwa hanya 6.127 pulau yang memiliki nama. Kemuadian Pusat survei pemetaan ABRI pada tahun 1987 menyatakan bahwa jumlah pulau di Indonesia adalah 17.504 dan hanya 5.707 pulau yang telah memiliki nama. Namun kali ini saya tidak akan mengajak anda untuk menghitung jumlah pulau sebenarnya yang dimiliki Indonesia. Melainkan saya akan mengajak anda untuk membuka mata mengenai sematan negara “Agraris” yang diberikan kepada negara kita indonesia.  Sebelum mengetahui apa itu negara Agraris mari kita telaah kembali luasnya daratan negara kita sendiri?
Sejak awal kemerdekaan negara Indonesia memiliki daratan yang luasnya mencapai 1.904.569 km2 . jumlah ini terhitung masih luas dimana lahan pertanian dan hutan masih tersebar dipenjuru nusantara. Layaklah negara kita mendapat julukan “Negara Agraris.”
Apa itu Agraris?
Menurut para ahli, Agraris adalah sector pertanian atau penduduk yang mayoritasnya memiliki mata pencaharian pada sector pertanian jadi bisa artikan juga sebagian profesi penduduk yang ada di suatu negara tersebut berprofesi sebagai petani.
Sedangkan Negara Agraris itu sendiri adalah negara yang perekonomiannya bergantung pada sector pertanian. Mari kita telusuri ada berapakah jumlah lahan pertanian yang ada dari awal kemerdekaan hingga tahun 2017 ini. Apakah mengalamai kemajuan? Atau hanya stagnan bahkan berkurang tergerus zaman dan peradaban dunia. Luas lahan pertanian Indonesia adalah sekitar 41,5 juta Ha dengan pembagian : Hortikultura 576 ribu Ha, tanaman Pangan 19 juta Ha,dan tanaman perkebunan 22 juta menurut buku statistic Indonesia 2014 terbitan BPS. Pada awal kemerdekaan sendiri negara kita masih memiliki banyak hutan yang kemudian dibuka menjadi lahan pertanian. Seperti pada pulau sumatera dan Kalimantan yang tadinya tidak berpenghuni, kemudian pemerintah melakukan transmigrasi dan membuka hutan sebagai lahan perkebunan sawit yang omsetnya melembung tinggi setiap bulanya dan sangat menjanjikan.
Namun semakin majunya zaman dan manusia tidak dapat mencegah dari peradaban. Lahan pertanian kita mulai bergeser dan beralih fungsi menjadi perumahan,perkantoran,pusat-pusat perbelanjaan yang memilki nilai investasi yang tinggi. Menurut Dekan Fakultas Manusia Institus Pertanian Bogor menuturkan bahwa sebanyak 50.000 hingga 100.000 hektare lahan persawahan yang hilang setiap tahunya. Baik karena beralih fungsi maupun yang tidak lagi digarap oleh petani.
Mari kita telusuri apa penyebab dari beralih fungsinya lahan menjadi rumah ataupun gedung dan lain sebagainya.
1.      Jumlah warga negara setiap harinya bertambah sehingga membutuhkan lahan untuk dijadikan rumah.
2.      Pertumbuhan perkotaan,demografi maupun ekonomi
3.      Banyaknya generasi yang lebih suka bekerja di kantor yang bersih dibandingkan bekerja di lading yang bergulat dengan kotaran.
4.      Lahan yang sudah tandus ataupun yang ditinggalkan petani karena melihat kanan kiri sudah menjadi rumah sehingga pertumbuhan tanaman tidak memuaskan.
5.      Adanya politik ekonomi. Dimana para penguasa mengkelabuhi petani untuk menjual lahannya dengan murah dan akan dijadikan pusat perdagangan yang menggiurkan.
6.      Lulusan pertanian kini semakin sedikit melihat banyaknya lahan yang dialih fungsikan.
Hal diatas tidak akan terjadi jika generasi mudanya mau berterimakasih pada sejarah. Dimana sejarah negara kita adalah negara agraris dan maritime. Jumlah lahan yang memprihatikan ini sangat bertolak belakang dengan pertumbuhan pusat-pusat perbelanjaan atau hiburan ditengah kota yang dahulunya lahan pertanian. Negara agraris jangan sampai hilang ataupun tinggal nama saja untuk negara ini. Mengelola lahan sekecil mungkin lebih baik daripada kita mengelola lahan yang berhektar-hektar namun tidak memiliki kompetensi dalam mengelolanya.
Dengan cara memanfaatkan lahan pekarangan rumah yang disulap menjadi kebun pribadi membantu menyelamatkan sebutan negara Agraris itu sendiri. Tabulampot maupun hidroponik juga bisa menjadi cara untuk bercocok tanam pada era seperti sekarang ini. Dimana kita masih dapat bertani walau sawah sudah menjadi rumah mau pun pusat-pusat hiburan lainya.
Seperti halnya negara jepang yang memanfaatkan lahan semak simal mungkin sehingga bisa mengelola dengan optimal. Bagaimana dengan negara kita memiliki lahan yang luas namun tanpa pengelolaan yang optimal itu akan sia-sia . maksimalkan lahan pertanian kita sehingga kelak anak cucu kita masih dapat merasakannya. 



sang pejuang pena dari tanah jawa. 
Chika Ardeviya Rista

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Review Jurnal

REVIEW 2 ARTIKEL JURNAL TEORI KEBUDAYAAN Disusun oleh : Ch...